Layang-layang, Apa yang Terpikir Olehmu?

Layang-layang yang biasa kita lihat menghiasi langit-langit dapat terbang kesana kemari membuat setiap orang tersenyum jika melihatnya. Tapi tahukah anda ada yang tidak suka dengan banyaknya layang-layang yang menghiasi udara di atas sana? Pekerja PLN dan pemilik rumah yang biasanya tidak senang jika musim layang-layang tiba. Pekerja PLN akan sibuk memperbaiki kabel-kabel yang biasanya rusak akibat layang-layang yang tersangkut. Pemilik rumah pun begitu, khususnya rumah yang memiliki antena luar yang menjulang tinggi dan sering jadi langganan layangan nyangsang (nyangkut).

Bagi saya, layang-layang bukan sekadar benda yang bisa terbang menggunakan benang. Layang-layang bisa menjadi sebuah permain, seni dan media pembelajaran. Permainan karena saya senang bermain layang-layang. Semasa kecil, layang-layang adalah permainan yang sangat sering saya mainkan bersama teman-teman. Saking hobinya, dalam kondisi panas terikpun saya jabani untuk bermain layang-layang, tak heran mengapa kulit saya hitam. hehehe 🙂

layang-layangSelain sebagai permainan, layang-layang adalah sebuah seni. Mengapa? Karena ketika saya sudah asik bermain, rasa ingin tahu saya tentang layang-layang timbul. Kenapa beberapa potong bambu yang dilapisi kertas dan ditempel dengan lem bisa terbang tinggi? Menurut saya ada seni tersendiri dalam membuat layang-layang. Saya pun mencoba untuk membuat layang-layang sendiri dan bercita-cita menerbangkannya ke langit. Umur saya masih kecil saat itu, sekitar 6 atau 7 tahun, saya bereksperimen membuat layang-layang yang kecil dan besar. Pertama saya buat yang kecil, jaga-jaga mungkin layang-layang tidak bisa terbang dan bahan yang saya beli tidak mubajir nantinya. Ternyata layang-layang yang kecil sulit diterbangkan. Karena saya masih kecil, mungkin berpikirnya belum sampai, jadi buat layang-layang kecil dan lari kesana-kemari berusaha agar layang-layang bisa terbang tinggi. Bisa! namun dibutuhkan angin yang kencang sambil berlari. Logikanya ya karena ukurannya kecil, layang-layang hanya mampu menahan angin sedikit, jadi sulit untuk diterbangkan.

Selanjutnya saya mencoba membuat layang-layang yang ukurannya besar. Tanpa susah payah, layang-layang tersebut bisa terbang tinggi. Senangnya saat itu bisa menerbangkan layang-layang buatan sendiri. Disaat anak-anak lain membeli, saya bisa membuat dan menerbangkan layang-layang hasil buatan tangan sendiri. Untuk membuat layang-layang tidaklah mudah, saya pernah merasakan tajamnya pisau yang saya gunakan untuk memotong bambu. Sampai saat ini pun membekas di tangan kiri saya.

Terakhir, layang-layang menjadi media pembelajaran. Ya, menjadi media pembelajaran saya untuk berbisnis. Saya masih ingat sekali saat itu saya berjualan layang-layang di rumah. Saya tidak menjual layang-layang yang saya buat sendiri, tetapi menjual layang-layang yang ada di pasar. Layang-layang yang saya buat sendiri terkadang tidak seimbang dan miring sehingga tidak berani menjualnya. Sebenarnya tidak enak juga saya berjualan layang-layang saat itu karena kebetulan tetangga di depan rumah memiliki toko kelontong dan menjual layang-layang, tapi bibi itu tidak tahu kalau layangan yang dijualnya jarang ada yang bagus sehingga setiap hari pasti tersisa. Berbeda dengan saya, sebelum saya mengambil layang-layang yang akan saya jual, saya pilih-pilih terlebih dahulu layangan yang pantas dan kurang pantas untuk dimainkan. Itu kelebihan saya, jadi setiap hari layang-layang saya laku terjual.

Awal mula berjualan layang-layang, saya meyakinkan Umi (panggilan Ibu saya) untuk menginvestasikan uangnya kepada saya untuk berjualan. Dengan penjelasan untung rugi yang saya jelaskan, Umi pun memberikan uang untuk membeli 10 layang-layang. Saya masih ingat, 1 layang-layang menghasilkan untung Rp. 50,-. Jadi, jika laku semua akan mendapatkan keuntungan Rp. 500,-. Tidak banyak memang, tapi untuk anak kecil seukuran saya itu sudah lebih dari cukup buat uang jajan. Apalagi hasil cari sendiri. Inilah pembelajaran yang saya dapatkan dari layang-layang. Belajar berbisnis.

Dari pembelajaran tersebut, saya rasa saat ini baru ada hikmahnya. Dari penghasilan yang hanya Rp. 500,- tadi, kini saya bersama orang tua mulai berbisnis dibidang fotokopi dan print di daerah Unila. Penghasilan saya berkali-kali lipat dari itu. Memang tidak ada yang tidak mungkin jika kita berusaha. Investasi yang seribu duaribu, kini bertambah angka 0 nya beberapa digit. Dalam kesempatan lain akan saya bahas tentang bisnis yang saya jalani saat ini.

So, apa yang terpikir olehmu jika melihat layang-layang?



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *